Stranger Part 1
Assalamualaikum....
I love to write... So, in this blog I want to share my Story-Writing-Skill *tsaaaaah* that I have.
This story title was Stranger. I started to write it when I was in my loooooooong holiday after I finished my script 2 years ago.
This story was so dark and until now I try to finish it with twisted ending. Hahahaha
So, hope you enjoy this story and hope I can finish this :*
to be continue.....
I love to write... So, in this blog I want to share my Story-Writing-Skill *tsaaaaah* that I have.
This story title was Stranger. I started to write it when I was in my loooooooong holiday after I finished my script 2 years ago.
This story was so dark and until now I try to finish it with twisted ending. Hahahaha
So, hope you enjoy this story and hope I can finish this :*
Stranger
“Hah...hah...hah..., “ sekuat tenaga aku beserta adikku, Poppy, berlari
menyusuri semak-semak rimbun di tanah kosong berumput hijau bertabur dedaunan
kering yang jatuh dari pepohonan di sekelilingnya.
“Ayo!”
bisikku dan segera kugenggam tangan kanan adikku dengan erat takut kalau-kalau
ia hilang keseimbangan dan terjatuh. “Hah..hah, maaf kak. Hah..hah..,” jawab
adikku terengah-engah karena ia bicara saat kami sedang berlari
sekencang-kencangnya. Takut. Hanya itulah yang kami rasakan saat ini. Ingin
rasanya sampai ke rumah secepatnya tapi jalan yang terbentang di hadapan kami
begitu panjang meskipun tidak berliku. Rumah kami hanya sekitar beberapa blok
dari tanah kosong ini.
Entah
apa yang terjadi sebenarnya, aku dan adikku hanya ingin selamat, selamat dari
kejarannya. Ya, kami dikejar oleh siapapun yang mana aku dan adikku tidak ingin
melihat batang hidungnya sedikitpun. Dialah yang telah membunuh orang tua kami.
Dalam hitungan jam saja aku dan adikku telah menjadi yatim piatu akibat
perbuatannya. Oleh karena itu, yang kuinginkan hanyalah lari dan berdoa semoga
kami berdua bisa selamat.
Rumah kami
telah terlihat, berdiri kokoh, rumah ketiga dihitung dari ujung sebelah kiri. “Ayo
poppy sebentar lagi,” kataku kepada adikku yang wajahnya telah pucat pasi
diiringi nafas yang tidak beraturan karena lari sekuat tenaga. “Cepat kak,
cepat!” teriak Poppy sesampainya di depan rumah sambil berusaha membantuku
membuka pintu pagar rumah kami yang tergembok. “Ahh...” teriakku “Crek, trang!”
gembok pun terbuka dan kami segera menguncinya kembali dan lari masuk ke dalam
rumah. Brak! Pintu rumah yang terbanting segera kututup secepat yang aku bisa,
menguncinya dan kemudian beredar di dalam rumah untuk mengunci pintu-pintu
serta jendela-jendela yang menghadap keluar.
“Ahhhh!”
teriakku diiringi tangis kesedihan, kemarahan, takut dan cemas bercampur
menjadi satu. Disisi lain Poppy menangis sambil meratapiku tak tahu harus
bagaimana karena ia pun merasakan yang sama seperti diriku. Sambil terhisak
dalam tangis tanpa suaranya ia menghampiriku, memelukku dengan erat. “Sabar ya
kak, cup cup sudah ya nangisnya?kan masih ada Poppy disini, ya?” katanya
menghiburku. Seharusnya aku sebagai kakak bersikap lebih tegar dan tenang
menghadapi situasi seperti ini, tapi saat ini aku tidak bisa. Aku tetap
menangis dalam pelukan Poppy dan ia tetap memelukku, menenangkanku dengan
mengelus kepalaku dan mengusap air mataku.
Komentar
Posting Komentar